Bakmin (Bakat Minat) Art Club MTs Surya Buana mencoba kegiatan dengan suasana baru di ruang dan tempat yang berbeda. Kegiatan yang biasanya dilaksanakan setiap Sabtu pukul 08.00 di ruang galeri MATSASURBA itu, pada 20 Maret kemarin diadakan di Kampoeng Heritage Kajoetangan untuk menggambar sketsa on the spot. Menggambar sketsa on the spot merupakan menggambar sketsa dengan melihat langsung tempat yang dijadikan objek menggambar. Bapak Rafiki selaku pembina bersama lima orang siswa yang tergabung dalam Art Club yaitu Aurel, Asya, Sharliz, Raniah dan Alya; berangkat ke lokasi sekaligus mengunjungi pameran seni rupa di DKM (Dewan Kesenian Malang).

Kegiatan dimulai dengan siswa berkumpul di Kampoeng Heritage Kajoetangan pukul 8 pagi. Kemudian siswa diajak untuk berkeliling menyusuri gang-gang di perkampungan tersebut untuk mengamati bangunan-bangunan klasik dengan nuansa Indonesia tahun 1960-an. Nuansa itu masih memiliki nuansa zaman kolonialisme Hindia-Belanda. Setelah menemukan objek bangunan yang diinginkan, siswa kemudian membuat sketsa pensil bangunan tersebut secara langsung.

“Membuat gambar on the spot itu kita dihadapkan dengan suasana yang baru dengan mengaplikasikannya ke dalam sebuah sketsa. Berbeda dari menggambar sketsa biasanya yang kita melihat melalui layar HP, misalnya. Kalau menggambar sketsa on the spot kita bisa merekam apa yang kita lihat kemudian kita tuangkan ke dalam sebuah karya sesuai dengan realita yang sedang kita hadapi,” tutur Pak Rafiki. Beliau juga menambahkan, “Orisinalitas dan rasa emosi ketika menggambar bisa lebih didapatkan.”

Setelah kurang lebih 30 menit berkeliling mengamati area perkampungan, siswa menentukan objek yang akan mereka jadikan gambar. Dengan media buku sketsa dan pensil, mereka mulai membuat sketsa objek yang telah mereka pilih. Tidak mau ketinggalan, Pak Rafiki juga turut membuat sketsa gambar untuk objek bangunan yang telah dipilihnya. Sketsa gambar yang telah dibuat kemudian didiskusikan secara ringan dalam kelompok kecil tersebut.

“Di sini siswa tidak hanya sekadar menjiplak apa yang mereka lihat saja, tetapi siswa harus mampu berusaha agar bagaimana caranya sketsa yang mereka buat mampu menunjukkan bahwa gambar itu diambil dari Kampoeng Heritage Kajoetangan sini,” lanjut Pak Rafiki menjelaskan.

Pada pukul 10.00 WIB, kegiatan dilanjutkan dengan berjalan menuju ke DKM (Dewan Kesenian Malang) yang berlokasi di Jl. Majapahit No.3, Kauman, Kec. Klojen, Kota Malang. Sebelum memasuki ruang pameran, siswa beserta Bapak Rafi selaku peserta pameran mengisi daftar hadir terlebih dahulu. Mereka kemudian menghadiri pembukaan yang diisi dengan pengantar oleh Zuhkhriyan Zakaria selaku kurator pada pameran tersebut.

Pameran yang bertajuk ‘Berlabuh Sukacita’ itu mengumpulkan karya dari enam orang perupa dari KGSP (Komunitas Guru dan Seniman Pasuruan). Setiap perupa membawakan enam karyanya.  Materi bahasan dalam karya-karya yang dipamerkan adalah tentang sejarah lokal, budaya pesisir Jawa-Madura, persahabatan alam laut-gunung, simbol-simbol zaman, merespon kemasan, serta perjumpaan akan hal baru lainnya. “Di mana kita berlabuh, di sana kita bersuka cita,” kata Zuhkhriyan Zakaria menyampaikan tema pameran tersebut.

Setelah mendapatkan pengantar kuratorial selanjutnya ada sesi artist talk yaitu bincang-bincang bersama seniman. Seniman yang kebetulan hadir yaitu Sihabudin atau biasa dipanggil Budin, mahasiswa semester 6 di Universitas Negeri Malang. Dia merupakan seniman termuda di pameran tersebut. Namun, hal tersebut tidak membuat hasil karyanya terlihat kontras dari yang lainnya.

Budin sebagai pemilik platform 2.5 dimensi itu memilih objek perahu sebagai salah satu simbol pembawa wacana. Hidup di pesisiran Pasuruan lebih tepatnya, menurutnya, membuat dia merasa dekat dengan kehidupan laut. Proses menggambar yang dibersamai dengan Hari Idulfitri, membuatnya ingin merekam momen tersebut melalui karya gambar yang dia beri judul Parade Laut. Karya tersebut menggambarkan tradisi Praonan, tradisi yang ada di Pasuruan yang dilaksanakan setiap seminggu setelah Hari Idulfitri atau saat Hari Raya Ketupat.

Setelah menghadiri pameran seni tersebut, diharapkan siswa dapat belajar mengapresiasi setiap karya yang ada. Dengan begitu siswa dapat mendapatkan motivasi dan inspirasi untuk terus berkarya. (A. Wiqoyil Islama dan Muhammad Rafiki)

?>